Senin, 14 Desember 2009

Maya Kasar,,,




Feri adalah seorang anak muda usia sma yang nakal, susah diatur, sering bolos sekolah dan pemalas tapi pada dasarnya ia baik hati,,,
Di suatu pagi ketika sedang menunggu bus menuju sekolah ia bertemu dengan seorang cewe seusia dengannya, dan ia tertarik dengannya. Cewe itu sangat pendiam, walau berkalikali feri mencoba menanyakan nama dan semacamnya, cewe itu tetap diam saja, bahkan seolah tak mempedulikan feri dan suasana yang ada sekitarnya, ia menunggu bus dengan tatapan kosong dan hampa. Dan yang lebih membingungkan lagi saat beberapa bus singgah menaikkan penumpang, ia tidak naik-naik juga, ia hanya terus diam, feri bingung dibuatnya tapi juga sudah merasa lelah untuk menanyakan sesuatu kepada cewe itu, ia pun hanya memperhatikan cewe itu.
Saat suasana halte lengang dan matahari telah meninggi di halte hanya ada feri dan cewe itu, sang cewe duduk lalu membuka tasnya, ia mengeluarkan buku tulis dan pinsil lalu memulai aktifitas dengan kedua benda itu, entah menulis atau menggambar apa, feri hanya memperhatikan sambil sesekali mengintip ke pekerjaan sang cewe, ia menghiraukannya,,,
Beberapa saat, terdengar teriakan memanggil, “maya!”, seorang loper koran dari ujung jalan berlari kecil menuju halte, sang cewe menoleh sebentar lalu dengan gerak yang tergesa-gesa ia menghentikan kegiatannya dan sambil berdiri hendak memasukkan kembali buku tulis dan pensil ke dalam tasnya sambil menoleh ke arah loper koran yang semakin mendekat ke halte. Saking tergesa-gesanya pinsilnya terjatuh ke tanah dan saat ia hendak mengambilnya kembali terdengar teriakan itu lagi, “maya!”, ia menoleh dan kaget loper koran itu semakin dekat, tanpa pikir panjang ia langsung beranjak berjalan cepat menjauh dari halte menjauh dari si loper koran, di tikungan ia berbelok si loper koran terus mengejarnya,,,
Feri yang dari tadi hanya terdiam melihat kejadian itu menjadi sedikit bingung dan linglung, ia melihat pinsil yang masih tergeletak di atas tanah, ia mengambilnya, saat menoleh ke arah si cewe dan loper koran tadi beranjak ia tidak menemukan siapa-siapa lagi, ia mencermati pinsil itu beberapa saat lalu ia pun beranjak berlawanan arah menjauh dari halte,,,
Keesokan harinya feri menuju halte lumayan pagi, dan berharap ia akan bertemu dengan cewe kemarin, ia ingin mengembalikan pinsil yang dijatuhkannya, ia mencari di antara kerumunan orang di halte namun ia tak mendapatkan sosok sang cewe, ia terus menunggu,,, sampai matahari meninggi dan halte telah lengangg sosok cewe itu ternyata tak muncul juga, rona kekecewaan muncul di wajah feri, ia mengeluarkan pinsil itu dari tasnya lalu dicermatinya benda itu, lumayan lama hingga akhirnya ia bosan dan telah jenuh dengan berat hati ia beranjak meninggalkan halte, ia menapaki trotoar menunduk dan menendang apa yang bisa ditendangnya, di tangannya ia terus menggenggam pinsil itu,,,
Di kejauhan di seberang jalan ia melihat loper koran yang kemarin dilihatnya di halte, ia mendekatinya mencoba mencari informasi tentang keberadaan cewe itu,,,
Feri; siang pak, bapak yang kemarin berlari depan halte sana kan? Yang mengejar cewe berseragam sekolah itu? Mmm,, saya ada di sana kemarin, di halte, memperhatikan,,,
Loper koran; iya, saya tahu, saya lihat kamu kok! Kamu siapa? Ada apa?
Feri; oh, saya feri pak, saya cuma mau tanya, cewe yang kemarin tinggalnya di mana ya? Atau ia sekolah di mana ya? Mungkin bapak tahu?!
Loper koran; memang ada apa ingin tahu?!
Feri; oh, ngga’, Cuma kemarin di halte cewe itu menjatuhkan pinsil ini (feri memperlihatkan pinsil itu ke bapak), saya Cuma ingin mengembalikannya,,
Si loper koran terdiam tertegun memandang pinsil itu, memandang ke wajah feri lalu mengajaknya untuk duduk di bangku yang ada tak jauh di belakang mereka,,,
Loper koran; (dengan wajah muram) saya hanya akan berkata sekali dan tak ingin mengulangnya, cukup perhatikan tiap ucapan saya (ujar bapak dengan nada tegas feri mengiyakan)
anak itu anak yang pandai, ia sering jadi juara kelas, ia juga anak periang dan punya banyak teman, sampai suatu waktu, orang tuanya bangkrut, mereka jatuh miskin dan ia putus sekolah, namun ternyata anak itu tak mampu menerima perubhan singkat yang sangat drastis itu, terlebih lagi teman-temannya menjauhinya karena mungkin telah dianggap tak sederajat, ia depresi dan frustasi, kejiwaannya terganggu, hampir setiap pagi ia mengenakan seragam sekolah dan bertingkah seakan ingin pergi ke sekolah seperti anak yang lain, tapi tidak ia hanya di halte sampai orang tuanya menjemputnya pulang, tapi itu sudah berlalu, ia tidak akan pernah ada di sana lagi,,,
feri; kok bisa begitu, kenapa pak?
Loper koran; kemarin saat saya mencoba mengajaknya pulang, ia terus menghindar dan berlari, sampai ia tak memperhatikan jalan yang padat kendaraan ia tertabrak sebuah mobil,,, (bapak meneteskan air mata) ,,,ya, ia meninggal di depan mata bapaknya sendiri,,,
Beberapa saat keduanya terdiam, sang bapak menghapus air matanya kemudian kembali berucap;
Simpan saja pinsil itu buatmu, kenang-kenangan dari seorang teman tak dikenal yang tak pernah menyerah berusaha mewujudkan impiannya,,,
Keduanya kembali terdiam, alam juga serasa ikut diam,,,
***
Kejadian itu berdampak besar bagi perubahan feri, ia tidak lagi bermalas-malasan, ia berusaha keras pula untuk mewujudkan cita-citanya, pinsil itu menjadi lambang peneguhan hatinya,,,

"by: Salahuddin Tinni from facebook Note"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar